Senin, 20 September 2010

WANITA SOLEHAH PERHIASAN DUNIA



Kemuliaan wanita shalihah digambarkan Rasulullah Saw. dalam sabdanya, “Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah“. (HR. Muslim).

———-
Oleh: Abdullah Gymnastiar

MQ Media Online – Shalihah atau tidaknya seorang wanita bergantung ketaatannya pada aturan-aturan Allah. Aturan-aturan tersebut berlaku universal, bukan saja bagi wanita yang sudah menikah, tapi juga bagi remaja putri.

Mulialah wanita shalihah. Di dunia, ia akan menjadi cahaya bagi keluarganya dan berperan melahirkan generasi dambaan. Jika ia wafat, Allah akan menjadikannya bidadari di surga. Kemuliaan wanita shalihah digambarkan Rasulullah Saw. dalam sabdanya, “Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah”. (HR. Muslim).


muslimahmokuliah
Dalam Al-Quran surat An-Nur: 30-31, Allah Swt. memberikan gambaran wanita shalihah sebagai wanita yang senantiasa mampu menjaga pandangannya. Ia selalu taat kepada Allah dan Rasul Nya. Make up- nya adalah basuhan air wudhu. Lipstiknya adalah dzikir kepada Allah. Celak matanya adalah memperbanyak bacaan Al-Quran.

Wanita shalihah sangat memperhatikan kualitas kata-katanya. Tidak ada dalam sejarahnya seorang wanita shalihah centil, suka jingkrak-jingkrak, dan menjerit-jerit saat mendapatkan kesenangan. Ia akan sangat menjaga setiap tutur katanya agar bernilai bagaikan untaian intan yang penuh makna dan bermutu tinggi. Dia sadar betul bahwa kemuliaannya bersumber dari kemampuannya menjaga diri (iffah).

Wanita shalihah itu murah senyum. Baginya, senyum adalah shadaqah. Namun, senyumnya tetap proporsional. Tidak setiap laki-laki yang dijumpainya diberikan senyuman manis. Senyumnya adalah senyum ibadah yang ikhlas dan tidak menimbulkan fitnah bagi orang lain.

Wanita shalihah juga pintar dalam bergaul. Dengan pergaulan itu, ilmunya akan terus bertambah. Ia akan selalu mengambil hikmah dari orang-orang yang ia temui. Kedekatannya kepada Allah semakin baik dan akan berbuah kebaikan bagi dirinya maupun orang lain.

Ia juga selalu menjaga akhlaknya. Salah satu ciri bahwa imannya kuat adalah kemampuannya memelihara rasa malu. Dengan adanya rasa malu, segala tutur kata dan tindak tanduknya selalu terkontrol. Ia tidak akan berbuat sesuatu yang menyimpang dari bimbingan Al-Quran dan Sunnah. Ia sadar bahwa semakin kurang iman seseorang, makin kurang rasa malunya. Semakin kurang rasa malunya, makin buruk kualitas akhlaknya.

Pada prinsipnya, wanita shalihah adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Rambu-rambu kemuliaannya bukan dari aneka aksesoris yang ia gunakan. Justru ia selalu menjaga kecantikan dirinya agar tidak menjadi fitnah bagi orang lain. Kecantikan satu saat bisa jadi anugerah yang bernilai. Tapi jika tidak hati-hati, kecantikan bisa jadi sumber masalah yang akan menyulitkan pemiliknya sendiri.

Saat mendapat keterbatasan fisik pada dirinya, wanita shalihah tidak akan pernah merasa kecewa dan sakit hati. Ia yakin bahwa kekecewaan adalah bagian dari sikap kufur nikmat. Dia tidak akan merasa minder dengan keterbatasannya. Pribadinya begitu indah sehingga make up apa pun yang dipakainya akan memancarkan cahaya kemuliaan. Bahkan, kalaupun ia “polos” tanpa make up sedikit pun, kecantikan jiwanya akan tetap terpancar dan menyejukkan hati orang-orang di sekitarnya.

Jika ingin menjadi wanita shalihah, maka belajarlah dari lingkungan sekitar dan orang-orang yang kita temui. Ambil ilmunya dari mereka. Bahkan kita bisa mencontoh istri-istri Rasulullah Saw. seperti Aisyah. Ia terkenal dengan kekuatan pikirannya. Seorang istri seperti beliau bisa dijadikan gudang ilmu bagi suami dan anak-anak.

Contoh pula Siti Khadijah, figur istri shalihah penentram batin, pendukung setia, dan penguat semangat suami dalam berjuang di jalan Allah Swt. Beliau berkorban harta, kedudukan, dan dirinya demi membela perjuangan Rasulullah. Begitu kuatnya kesan keshalihahan Khadijah, hingga nama beliau banyak disebut-sebut oleh Rasulullah walau Khadijah sendiri sudah meninggal. Bisa jadi wanita shalihah muncul dari sebab keturunan. Seorang pelajar yang baik akhlak dan tutur katanya, bisa jadi gambaran seorang ibu yang mendidiknya menjadi manusia berakhlak. Sulit membayangkan, seorang wanita shalihah ujug-ujug muncul tanpa didahului sebuah proses. Di sini, faktor keturunan memainkan peran. Begitu pun dengan pola pendidikan, lingkungan, keteladanan, dan lain-lain. Apa yang tampak, bisa menjadi gambaran bagi sesuatu yang tersembunyi.

Banyak wanita bisa sukses. Namun tidak semua bisa shalihah. Shalihah atau tidaknya seorang wanita bergantung ketaatannya pada aturan-aturan Allah. Aturan-aturan tersebut berlaku universal, bukan saja bagi wanita yang sudah menikah, tapi juga bagi remaja putri. Tidak akan rugi jika seorang remaja putri menjaga sikapnya saat mereka berinteraksi dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Bertemanlah dengan orang-orang yang akan menambah kualitas ilmu, amal, dan ibadah kita. Ada sebuah ungkapan mengatakan, “Jika kita ingin mengenal pribadi seseorang maka lihatlah teman-teman di sekelilingnya.”

Peran wanita shalihah sangat besar dalam keluarga, bahkan negara. Kita pernah mendengar bahwa di belakang seorang pemimpin yang sukses ada seorang wanita yang sangat hebat. Jika wanita shalihah ada di belakang para lelaki di dunia ini, maka berapa banyak kesuksesan yang akan diraih. Selama ini, wanita hanya ditempatkan sebagai pelengkap saja, yaitu hanya mendukung dari belakang, tanpa peran tertentu yang serius. Wanita adalah tiang Negara. Bayangkanlah, jika tiang penopang bangunan itu rapuh, maka sudah pasti bangunannya akan roboh dan rata dengan tanah. Tidak akan ada lagi yang tersisa kecuali puing-puing yang nilainya tidak seberapa. Kita tinggal memilih, apakah akan menjadi tiang yang kuat atau tiang yang rapuh? Jika ingin menjadi tiang yang kuat, kaum wanita harus terus berusaha menjadi wanita shalihah dengan mencontoh pribadi istri-istri Rasulullah.

Dengan terus berusaha menjaga kehormatan diri dan keluarga serta memelihara farji-nya, maka pesona wanita shalihah akan melekat pada diri kaum wanita kita.

'Wanita Solehah'


Dalam surat Ar-Rahman 16, Allah berfirman : "Di dalam surga itu terdapat bidadari-bidadari yang sopan menundukan pandangannya. Tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka. Tidak pula oleh jin".

Wanita-wanita surga disebut sebagai bidadari. Yang terbagi menjadi dua yaitu bidadari yang Allah SWT ciptakan langsung sebagai bidadari (sudah ditempatkan di surga) dan wanita-wanita mukmin yang ada di bumi (yang kelak bila masuk surga menjadi bidadari).

Dalam buku Tamasya ke Surga, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah menulis, bidadari-bidadari itu adalah wanita suci yang menyenangkan dipandang mata, menyejukkan dilihat dan menentramkan hati setiap pemiliknya. Rupanya cantik jelita, kulitnya mulus. Ia memiliki akhlak yang paling baik, perawan, kaya akan cinta, dan umurnya sebaya.


orang yang akan sangat beruntung mendapatkannya adalah orang-orang yang syahid karena berjihad di jalan Allah, orang-orang yang tulus dan ikhlas membela Agama Allah.

Ali`Imran 15 :
"Katakanlah hai Muhammad : Inginkah aku kabarkan kepada kalian apa yang lebih baik daripada yang demikian itu? Untuk orang-orang bertaqwa disisinya Rabbnya ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya. Dan istri-istri yang suci serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hambaNya.

Dalam QS. Ad-Dukhan 51-54 : "Sesungguhnya orang-orang bertakwa berada di tempat yang aman. Di dalam taman-taman dan mata air-mata air. Mereka memakai sutera halus dan sutera tebal (duduk) berhadap-hadapan. Demikianlah dan Kami jodohkan mereka kepada bidadari-bidadari bermata jeli".

Seiring dengan datangnya Islam ke bumi sebagai rahmatan lilalamiin, turun juga bidadari-bidadari, dia berwujud manusia yang berhati lembut, menyenangkan dan menyejukkan bila dipandang mata serta menentramkan hati setiap pemiliknya. Dialah wanita sholehah yang menjaga kesucian dirinya.Allah telah menetapkan beberapa wanita mulia sebagai penghuni surga & penghulu (pemimpin) para bidadari, mereka adalah:

1. Asiyah
Sebagai istri Firaun (raja yang sangat zalim), ia mampu mempertahankan aqidah yang dibawa oleh Nabi Musa AS, ia tidak tergiur dengan harta, kemewahan, tahta & kekuasaan dan selalu memanjatkan do'a : " Ya Rabb-ku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga, dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim (QS At-Tahriim 11)

Ia juga teguh memegang keyakinannya pada Allah semata walapun Firaun tak hentinya menyiksa. Sesaat sebelum syahid menjemput, ia tersenyum melihat malaikat-malaikat langit turun mendatanginya dan mengajaknya menuju rumah di sisi Rabbnya di surga.

2. Maryam
Lahir dari keluarga pemuka agama Bani Israil, Maryam yang oleh orangtuanya diharapkan lahir laki-laki telah dinazarkan untuk diserahkan kepada Baitul Maqdis dan berkhidmat kepada agama Allah. Hidupnya dijalani dengan penghambaan yang utuh kepada Allah SWT. Ia tak pernah menyesali sesuatu yang tidak pernah dimiliki dan menerima dengan lapang hati taqdir Illahi.

3. Khadijah
Wanita mulia yang penuh keikhlasan dalam mendermakan seluruh kekayaanya untuk dakwah Rasulullah SAW, demi tegaknya Islam. Begitu tinggi kedudukan beliau di sisi-Nya sampai-sampai sudah disiapkan untuknya sebuah istana dari permata nan sejuk & damai di surga.
…Ia beriman padaku ketika semua manusia ingkar. Ia membenarkanku ketika seluruh manusia mendustakan. Ia membantuku dengan hartanya ketika semua manusia menahan harta mereka...(HR Ahmad)

4. Fatimah
Fatimah yang tumbuh dan berkembang dalam binaan langsung dari ayahanda Rasul yang baik, lemah lembut dan terpuji menjadikannya seorang gadis yang juga penuh kelembutan, berwibawa, mencintai kebaikan plus akhlak terpuji meneladani sang ayah. Rasulullah SAW pun menisbatkannya sebagai wanita penghulu surga.

wanita yang kelak berpeluang menjadi bidadari baik di dunia terutama di akhirat kelak:

1. Ia adalah wanita yang paling taat kepada Allah. Ia senantiasa menyerahkan segala urusan hidupnya kepada hukum dan syariat Allah
2. Ia menjadikan Al-Quran dan Al-Hadis sebagai sumber hukum dalam mengatur seluruh aspek kehidupannya
3. Ibadahnya baik dan memiliki akhlak serta budi pekerti yang mulia. Tidak hobi berdusta, bergunjing dan riya
4. Berbuat baik dan berbakti kepada orang tuanya. Ia senantiasa mendoakan orang tuanya, menghormati mereka, menjaga dan melindungi keduanya
5. Ia taat kepada suaminya. Menjaga harta suaminya, mendidik anak-anaknya dengan kehidupan yang islami. Jika dilihat menyenangakan, bila dipandang menyejukkan, dan menentramkan bila berada didekatnya. Hati akan tenang bila meninggalkanya pergi. Ia melayani suaminya dengan baik, berhias hanya untuk suaminya, pandai membangkitkan dan memotifasi suaminya untuk berjuang membela agama Allah
6. Ia tidak bermewah-mewah dengan dunia, tawadhu, bersikap sederhana. Kesabarannya luar biasa atas janji-janji Allah, ia tidak berhenti belajar untuk bekal hidupnya
7. Ia bermanfaat dilingkungannya. Pengabdianya kepada masyarakat dan agama sangat besar. Ia menyeru manusia kepada Allah dengan kedua tangan dan lisannya yang lembut, hatinya yang bersih, akalnya yang cerdas dan dengan hartanya. "Dan dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita sholehah". (HR Muslim)

Dialah bidadari bumi, dialah wanita sholehah yang keberadaan dirinya lebih baik dan berarti dari seluruh isi alam ini.

|
Dan hendaklah kamu tetap dirumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang - orang jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah sholat, tunaikan zakat dan taatilah Allah dan Rosulnya. Sesunggunya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait (keluarga rumah tangga Nabi SAW) dan membersihkan kamu sebersih - bersihnya (Al Ahzab : 33)

Menjadi wanita sholehah harapan setiap muslimah, karena wanita sholehah adalah sebaik baik perhiasan dunia yang sehelai rambutnya tak terbeli oleh apapun di dunia dan hanya wanita sholehahlah yang mampu melahirkan generasi Robbani yang selalu siap memikul risalah Islamiyah menuju puncak kejayaan. Namun menjadi wanita sholehah bukanlah perkara mudah. Maka dengan kasih sayangNya, Allah telah menyiapkan perangkat-perangkat arahan bagi semua muslimah agar dapat menjadi wanita sholehah. Ayat di atas merupakan refleksi cinta Allah terhadap kaum wanita.

ISLAM MEMULIAKAN WANITA BUKAN MEMBELENGGU
Islam menganjurkan agar wanita Mulaazamatul Buyut (menetap di rumah). Dalam ayat tersebut memang ditujukan kepada isteri Rosulullah saw, namun berlaku juga oleh semua muslimah hingga akhir zaman. Meski demikian, perintah menetap di rumah bagi wanita sama sekali tidak boleh dimaknai bahwa wanita dilarang keluar rumah, sebab, Nabi bersabda: "Janganlah kalian larang kaum wanita keluar rumah".(Muttafaqun alaih)

Dalam kitab 'Al Muwaththaq' yang ditulis oleh Iman Malik meriwayatkan bahwa Aisyah pernah keluar rumah membesuk ayahnya, Abu Bakar RA yang sedang sakit. Sebagian isteri-isteri Nabi juga pernah keluar rumah demi menunaikan ibadah haji maupun ikut dalam perjalanan perang Fisabilillah bersama Rosul. Karenanya perintah dalam ayat tersebut harus dimaknai sebagai isyarat bahwa rumah adalah tempat asal kehidupan kaum Hawa sehingga keberadaannya diluar rumah hendaknya tidak boleh menjadi prioritas utama sehingga mendominasi kehidupannya. Perlu dipertegaskan kembali bahwa perintah menetap di rumah adalah dalam rangka memuliakan diri wanita, memperkokoh posisi, dan kehormatannya. Sama sekali bukan untuk membelenggu dan merendahkan wanita sebagaimana sering disuarakan oleh para propagandis gerakan Feminisme.

Dengan memprioritaskan tinggal di rumah, muslimah tentu lebih dapat berkontribusi dalam mentarbiyyah keluarga dan mendidik anak, menciptakan suasana rapi, indah, nyaman, serta mampu mencurahkan perhatian kepada anggota keluarganya sehingga mereka semua dapat merasakan BAITI JANNATI Berkenaan dengan itu, maka dalam Islam tanggung jawab mencari nafkahpun tidaklah dibebankan kepada isteri, melainkan menjadi kewajiban suami dan bila isteri ikut membantu dalam mencari nafkah maka hal itu menjadi pahala sedekah bagi seorang istri.

KONTRAPRODUKTIF FEMINISME
Jika di beberapa Negara Islam, termasuk Indonesia para penyeru gerakan feminisme begitu antusias mempropagandakan kesetaraan zender, di negara Barat sinyal gerakan ini justru semakin meredup karena sudah terasa dampak negatifnya yang ditimbulkan dari gerakan ini di lapangan kehidupan. Di tengah kemajuan partisipasi angkatan kerja wanita di dunia maskulin tidak sedikit, dari kalangan cendekiawan Barat yang mengkritik bahwa kondisi wanita bukan menjadi lebih baik, melainkan menjadi buruk.

Sylvia Hewlett dalam bukunya: A LESSER LIFE: The Myth of Women Liberation. Amerika (1986), mengulang dengan rinci kondisi wanita yang menyedihkan karena adanya gerakan feminisme. Istilah memenezation of proverty (pemiskinan wanita) semakin terdenagr pada pertengahan tahun 1980-an (membincang feminisme h. 211, Risalah Gusti, 1996).

Bahkan, Miles Mark Janli, penulis Amerika kenamaan, menyuarakan dengan lantang agar wanita kembali ke rumah. "Aku selalu berupaya meyakinkan kaum wanita bahwa mereka lebih berhak untuk berlaku sebagai pendidik di rumah" Apa yang terungkap di atas, semakin meyakinkan penulis terhadap kebenaran ayat ilahi dan pelanggaran terhadap nilai nilai robbaniyyah yang mulia jelas telah menimbulkan "bencana" di setiap aspek kehidupan. Hal itu dapat kita buktikan dengan semakin seringnya kita temui keluarga muslim yang berada di ambang kehancuran karena kaum wanita lebih banyak menghabiskan waktunya dengan melupakan eksistensi diri sebagai muslimah yang dengan berbagai perangkah mulia yang diwariskan oleh Islam.

PRODUKTIF DARI RUMAH
Yang menarik untuk diperhatikan, perintah tetap di rumah tidaklah berdiri sendiri, melainkan diiringi kalimat agar mendirikan sholat, menunaikan zakat, mentaati Allah dan Rosul. Ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa menetap di rumah tidaklah identik dengan pasif, statis, mandeg dan stagnan., justru rumah hendaklah menjadi "perusahaan bagi berbagai proyek-proyek besar" mampu memproduksi berbagai amal kebajikan untuk mengimplementasikan nilai Ajaran Islam yang menjunjung tinggi dua hal pokok, yaitu hablu minallah wa hablu minannas.

Dengan demikian, Islam secara tegas menganjurkan muslimah agar menjadi sosok yang selalu produktif dan kreatif di rumah. Produktifitas dan kreatifitas ini pun hendaknya tidak selalu dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat spiritual. Namun, tentunya akan sangat berarti dan memiliki "nilai jual" yang tinggi di sisi Allah manakala dari sentuhan tarbiyatul aulad seorang muslimah dapat memproduksi generasi robbani, pembawa panji suci yang siap menjadi pemimpin masa depan Islam di tengah tantangan dakwah yang semakin berat. Jika hal itu berhasil, maka peran muslimah untuk mewujudkan baldatun Thayyabatun Wa Robbun Ghafuur bukanlah mimpi.

Sabtu, 18 September 2010

antara Aisyah r.a , Kartini, & Aisyah Avicenna

‘AISYAH R.A.
‘Aisyah adalah putri pertama dari pasangan Abu Bakar ash-Shiddiq Abdullah bin Abu Quhafah dan Ummu Ruman binti Amir. Rasul menikahi ‘Aisyah pada usia enam tahun setelah Siti Khadijah wafat. Dan ‘Aisyah baru tinggal satu atap dengan Rasul di usianya yang menginjak sembilan tahun.
‘Aisyah adalah sosok wanita yang berwibawa dan cantik. Karenanya Rasul memberi julukan ‘Humaira (yang kemerah-merahan pipinya)’. ‘Aisyah juga dikenal sebagai wanita yang cerdas dan pandai sehingga menjadikannya termasuk al-mukatsirin (orang yang terbanyak meriwayatkan hadis). Meski tidak dikaruniai keturunan dari ‘Aisyah, Rasulullah SAW sangat mencintainya. Tahu kenapa? ‘Aisyah r.a. pernah berkata tentang dirinya sendiri, “Saya telah dianugerahi sembilan perkara yang tidak pernah diberikan kepada siapa pun setelah Maryan binti Imran:
1. Telah datang Jibril (dalam mimpi Rasulullah saw.) dengan gambarku dan menyuruh beliau untuk menikahiku,
2. Rasulullah saw. menikahiku dalam keadaan perawan dan tidak demikian halnya dengan istri Rasul yang lain,
3. Ketika Rasulullah saw. diambil nyawanya, kepala beliau berada di pangkuanku,
4. Sayalah yang menguburkan Rasulullah saw di rumahku,
5. Ketika wahyu turun kepada Rasulullah saw, saya turut serta menemaninya di biliknya,
6. Saya adalah putri khalifahnya dan teman kepercayaannya,
7. Telah turun permaafan (udzur) buatku dari langit (dalam peristiwa ‘haditsul ifki’),
8. Saya telah diciptakan dalam keadaan baik (suci) untuk mendampingi orang yang baik dan
9. Saya telah dijanjikan pengampunan dan rezeki yang mulia.”
Beliau adalah gurunya kaum laki-laki, seorang wanita yang suka kebenaran, putri dari seorang laki-laki yang suka kebenaran, ibunda kaum mukmin, istri pemimpin seluruh manusia, istri Nabi yang paling dicintai, sekaligus putri dari laki-laki yang paling dicintai Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Ini terdapat dalam Shahih Bukhari dan Muslim, bahwa ‘Amr bin ‘Ash Radhiallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam: “Siapakah orang yang paling engkau cintai, wahai Rasulullah?” Rasul menjawab: ”Aisyah.” ‘Amr bertanya lagi: “Kalau laki-­laki?” Rasul menjawab: “Ayahnya.”
‘Aisyah adalah wanita yang dibersihkan namanya langsung dari atas langit ketujuh. Dia juga adalah wanita yang telah membuktikan kepada dunia sejak 14 abad yang lalu bahwa seorang wanita memungkinkan untuk lebih pandai daripada kaum laki-laki dalam bidang politik atau strategi perang.
Wanita ini bukan lulusan perguruan tinggi dan juga tidak pernah belajar dari para orientalis dan dunia Barat. Ia adalah murid dan alumni madrasah kenabian dan madrasah iman. Sejak kecil beliau sudah diasuh oleh seorang yang paling utama, yaitu ayahnya, Abu Bakar. Ketika menginjak dewasa beliau diasuh oleh seorang nabi dan guru umat manusia, yaitu suaminya sendiri. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, terkumpullah dalam dirinya ilmu, keutamaan, dan keterangan-keterangan yang menjadi referensi manusia sampai saat ini. Teks hadits-hadits yang diriwayatkannya selalu menjadi bahan kajian di fakultas­-fakultas sastra, sebagai kalimat yang begitu tinggi nilai sastra­nya. Ucapan dan fatwanya selalu menjadi bahan kajian di fakultas-fakultas agama, sedang tindakan-tindakannya menjadi materi penting bagi setiap pengajar mata pelajaran/mata kuliah sejarah bangsa Arab dan Islam.
Pernikahan Rasulullah SAW dengannya merupakan perintah langsung dari Allah ‘Azza wa jalla setelah wafatnya Khadijah. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya, dari ‘Aisyah ra dia berkata: “Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: ‘Aku pernah melihat engkau dalam mimpiku tiga hari berturut-turut (sebelum aku menikahimu). Ada malaikat yang datang kepadaku dengan membawa gambarmu yang ditutup dengan secarik kain sutera. Malaikat itu berkata: ‘Ini adalah istrimu’. Aku pun lalu membuka kain yang menutupi wajahmu. Ketika ternyata wanita tersebut adalah engkau (’Aisyah), aku lalu berkata: ‘Jika mimpi ini benar dari Allah, kelak pasti akan menjadi kenyataan.”’
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menikahi ‘Aisyah dan Saudah pada waktu yang bersamaan. Hanya saja pada saat itu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam tidak langsung hidup serumah dengan ‘Aisyah. Setelah kurang lebih tiga tahun hidup serumah dengan Saudah, tepatnya pada bulan Syawal setelah perang Badar, barulah beliau hidup serumah dengan ‘Aisyah. ‘Aisyah menempati salah satu kamar yang terletak di komplek Masjid Nabawi. yang terbuat dari batu bata dan beratapkan pelepah kurma. Alas tidurnya hanyalah kulit hewan yang diisi rumput kering; alas duduknya berupa tikar; sedang tirai kamarnya terbuat dari bulu hewan. Di rumah yang sederhana itulah ‘Aisyah memulai kehidupan sebagai istri yang kelak akan menjadi perbincangan dalam sejarah.
Pernikahan bagi seorang wanita adalah sesuatu yang utama dan penting. Setelah menikah, seorang wanita akan menjadi istri dan selanjutnya akan menjadi seorang ibu. Kekayaan dunia sebanyak apa pun, kemuliaan setinggi awan, kepandaian yang tak tertandingi, dan jabatan yang begitu tinggi, sekali-kali tidak akan ada artinya bagi seorang wanita jika tidak menikah dan tidak mempunyai suami, sebab tidaklah mungkin bahagia sese­orang yang berpaling dari fitrahnya.
Dalam kehidupan berumah tangga, ‘Aisyah merupakan guru bagi setiap wanita di dunia sepanjang masa. Beliau adalah sebaik-baik istri dalam bersikap ramah kepada suami, menghibur hatinya, dan menghilangkan derita suami yang berasal dari luar rumah, baik yang disebabkan karena pahitnya kehidupan maupun karena rintangan dan hambatan yarig ditemui ketika menjalankan tugas agama.
‘Aisyah adalah seorang istri yang paling berjiwa mulia, dermawan, dan sabar dalam mengarungi kehidupan bersama Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam yang serba kekurangan, hingga pernah dalam jangka waktu yang lama di dapurnya tidak terlihat adanya api untuk pemanggangan roti atau keperluan masak lainnya. Selama itu mereka hanya makan kurma dan minum air putih.
Ketika kaum muslim telah menguasai berbagai pelosok negeri dan kekayaan datang melimpah, ‘Aisyah pernah diberi uang seratus ribu dirham. Uang itu langsung ia bagikan kepada orang-orang hingga tak tersisa sekeping pun di tangannya, padahal pada waktu itu di rumahnya tidak ada apa-apa dan saat itu beliau sedang berpuasa. Salah seorang pelayannya berkata: “Alangkah baiknya kalau engkau membeli sekerat daging meski­pun satu dirham saja untuk berbuka puasa!” beliau menjawab: “Seandainya engkau katakan hal itu dari tadi, niscaya aku melakukannya.”
‘Aisyah adalah wanita yang tidak disengsarakan oleh kemis­kinan dan tidak dilalaikan oleh kekayaan. Beliau selalu menjaga kemuliaan dirinya, sehingga dunia dalam pandangannya adalah rendah nilainya. Datang dan perginya dunia tidaklah dihiraukannya.
Beliau adalah sebaik-baik istri yang amat memperhatikan dan memanfaatkan pertemuan langsung dengan Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam, sehingga beliau menguasai berbagai ilmu dan memiliki kefasihan berbicara yang menjadikan dirinya sebagai guru para shahabat dan sebagai rujukan untuk memahami Hadits, sunnah, dan fiqih. Az-Zuhri berkata: “Seandainya ilmu semua wanita disatu­kan, lalu dibandingkan dengan ilmu ‘Aisyah, tentulah ilmu ‘‘Aisyah lebih utama daripada ilmu mereka.”
Hisyam bin ‘Urwah meriwayatkan dari ayahnya, ia berkata: “Sungguh aku telah banyak belajar dari ‘Aisyah. Belum pernah aku melihat seorang pun yang lebih pandai daripada ‘Aisyah tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang sudah diturunkan, hukum fardhu dan sunnah, syair, permasalahan yang ditanyakan kepadanya, hari-hari yang digunakan di tanah Arab, nasab, hukum, serta pengobatan. Aku bertanya kepadanya: ‘Wahai bibi, dari manakah engkau mengetahui ilmu pengobatan?’ ‘Aisyah menjawab: ‘Aku sakit, lalu aku diobati dengan sesuatu; ada orang lain sakit juga diobati dengan sesuatu; dan aku juga mendengar orang banyak, sebagian mereka mengobati sebagian yang lain, sehingga aku mengetahui dan meng­hafalnya. “‘
Selain memiliki berbagai keutamaan dan kemuliaan, ‘‘\Aisyah juga memiliki kekurangan, yakni memiliki sifat gampang cemburu. Bahkan dia termasuk istri Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam yang paling besar rasa cemburunya. Rasa cemburu memang termasuk sifat pembawaan seorang wanita. Namun demikian, perasaan cemburu yang ada pada ‘Aisyah masih berada dalam batas yang wajar dan selalu mendapat bimbingan dari Nabi, sehingga tidak sampai melampaui batas dan tidak sampai menyakiti istri Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam yang lain.
Di antara kejadian paling menggelisahkan yang pernah menimpa ‘Aisyah adalah tuduhan keji yang terkenal dengan sebutan Haditsul ifki (berita bohong) yang dituduhkan kepadanya, padahal diri ‘Aisyah sangat jauh dengan apa yang dituduhkan itu. Akhirnya, turunlah ayat Al-Qur’an yang menerangkan kesucian dirinya. Cobaan yang menimpa wanita yang amat utama ini merupakan pelajaran berharga bagi setiap wanita, karena tidak ada wanita di dunia ini yang bebas dari tuduhan buruk.
Ketika Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam sakit sekembalinya dari haji Wada’ dan merasa bahwa ajalnya sudah dekat, setelah dirasa selesai dalam menunaikan amanat dan menyampaikan risalah, beliau lalu berkeliling kepada istri-istrinya sebagaimana biasa. Pada saat membagi jatah giliran kepada istri-istrinya itu beliau selalu bertanya: “Di mana saya besok? Di mana saya lusa?” Hal ini mengisyaratkan bahwa beliau ingin segera sampai pada hari giliran ‘Aisyah. Para istri Nabi yang lain pun bisa mengerti hal itu dan merelakan Nabi untuk tinggal di tempat istri yang mana yang beliau sukai selama sakit, sehingga mereka semuanya berkata: “Ya Rasulullah, kami rela memberikan jatah giliran, kami kepada ‘Aisyah.
Kekasih Allah itu pun pindah ke rumah istri tercintanya. Di sana ‘Aisyah dengan setia menjaga dan merawat beliau. Bahkan saking cintanya, sakit yang diderita Nabi itu rela ‘Aisyah tebus dengan dirinya kalau memang hal itu memungkinkan. ‘Aisyah berkata: “Aku rela menjadikan diriku, ayahku, dan ibuku sebagai tebusanmu, wahai Rasulullah.” Tak lama kemudian Rasul pun wafat di atas pangkuan ‘Aisyah.
‘Aisyah melukiskan detik-detik terakhir dari kehidupan Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam sebagai berikut: “Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam meninggal dunia di rumahku, pada hari giliranku, dan beliau bersandar di dadaku. Sesaat sebelum beliau wafat, ‘Abdur Rahman bin Abu Bakar (saudaraku) datang menemuiku sambil membawa siwak, kemudian Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam melihat siwak tersebut, sehingga aku mengira bahwa beliau menginginkannya. Siwak itu pun aku minta, lalu kukunyah (supaya halus), kukebutkan, dan kubereskan sebaik-baiknya sehingga siap dipakai. Selanjutnya, siwak itu kuberikan kepada Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam. Beliau pun bersiwak dengan sebaik-baiknya, sehingga belum pernah aku melihat cara ber­siwak beliau sebaik itu. Setelah itu beliau bermaksud memberi­kannya kembali kepadaku, namun tangan beliau lemas. Aku pun mendo’akan beliau dengan do’a yang biasa diucapkan Jibril untuk beliau dan yang selalu beliau baca bila beliau sedang sakit. Akan tetapi, saat itu beliau tidak membaca do’a tersebut, melainkan beliau mengarahkan pandangannya ke atas, lalu membaca do’a: ‘Arrofiiqol a’laa (Ya Allah, kumpulkanlah aku di surga bersama mereka yang derajatnya paling tinggi: para nabi, shiddiqin, syuhada’, dan shalihin). Segala puji bagi Allah yang telah menyatukan air liurku dengan air liur beliau pada penghabisan hari beliau di dunia.
Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam dimakamkan di kamar ‘Aisyah. tepat di tempat beliau meninggal. Sepeninggal Rasulullah, ‘Aisyah banyak menghabiskan waktunya untuk memberikan ta’lim. baik kepada kaum laki-laki maupun wanita (di rumahnya) dan banyak berperan serta dalam mengukir sejarah Islam sampai wafatnya. ‘Aisyah wafat pada malam Selasa bulan Ramadhan tahun 57 Hijriyah pada usia 66 tahun.
KARTINI
Raden Ajeng Kartini, Dipingit sejak usia 12 tahun untuk disiapkan menikah, tentu bukanlah hal yang menyenangkan. RA Kartini, adalah salah satu dari wanita Indonesia pada zamannya yang terpaksa menerima tradisi pingitan pada masa itu. Jejak Kartini untuk lepas dari kungkungan tradisi patriarki, perlu rasanya untuk kita selami kembali.
Lahir di Jepara pada 21 April 1879, Kartini berhadapan pada budaya yang tidak memberikan kesempatan memperoleh pendidikan dan perlakuan setara dengan laki-laki. Cita-cita Kartini untuk meraih pendidikan Sekolah Guru di negeri Belanda melalui beasiswa yang telah diperolehnya, kandas oleh larangan orangtua yang malahan menikahkan Kartini dengan Bupati Rembang, Raden Adipati Joyodiningrat.
Sejak masih gadis, Kartini telah merealisasikan keinginannya untuk memajukan pendidikan kaum wanita, dengan mendirikan sekolah cuma-cuma khusus wanita di kota kelahirannya, Jepara. Setelah menikah, Kartini juga mendirikan sekolah di Rembang. Hal tersebut menginspirasi wanita-wanita lainnya dengan mendirikan "Sekolah Kartini" di beberapa kota yaitu Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, dan Cirebon.
RA Kartini wafat pada usia 25 tahun, pada tanggal 17 September 1904 ketika melahirkan putra pertamanya. Gaung perjuangan Kartini lebih menggema sepeninggalnya, di antaranya didukung oleh kumpulan surat Kartini yang dikumpulkan dalam sebuah buku dengan judul Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang). Buku yang diterbitkan pada tahun 1911 tersebut memuat 87 buah surat Kartini kepada sahabat-sahabatnya. Atas upaya Direktur Dinas Pendidikan dan Kebudayaan: Mr JH Abendanon menerbitkan surat-surat Kartini, hingga kini citra dan cita-cita Kartini kita kenal dan kenang.
Pemikiran progresif Kartini yang tertuang dalam kumpulan suratnya, menggambarkan kebebasan berpikir Kartini yang tidak terkungkung oleh keadaan. Meskipun dalam kehidupan nyata Kartini mengalami dan menyaksikan ketidakadilan bagi kaum perempuan, dengan guratan pena Kartini terus menyuarakan semangat pembaruan bagi wanita Indonesia.
Meskipun hanya dapat meraih pendidikan sampai E.L.S. (Europese Lagere School) atau tingkat sekolah dasar, kecerdasan Kartini tampak melebihi wanita pada saat itu. Dengan kritis Kartini menuliskan ketertinggalan kaum wanita Indonesia dibandingkan wanita dari bangsa lain terutama dari Eropa. Wanita Indonesia belum memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk meraih pendidikan. Bahkan untuk memilih pasangan hiduppun, wanita Indonesia tidak dapat melakukannya pada saat itu.
”Selalu ia suka membaca, tapi kini kecintaannya pada pustaka telah menjadi candu. Segera setelah pekerjaan yang ditugaskan kepadanya selesai, tangannya pun menggapai buku, atau koran.” (Sebuah surat Kartini sebagaimana dikutip Pramoedya Ananta Toer dalam Panggil Aku Kartini Saja, 2000: 52). Surat yang ditulis Kartini itu menyiratkan makna bahwa Kartini merupakan sosok perempuan yang pada zamannya sedemikian haus pengetahuan. Ketika Kartini dipingit dan diasingkan dari kehidupan luar, yang berarti tidak diperbolehkan masuk dalam kehidupan publik seperti bersekolah, maka yang dilakukannya adalah mencari informasi secara mandiri. Media menjadi "guru" terbaik baginya karena mengajarkan berbagai pengetahuan. Kekuatan media massa sebagai salah satu penggerak modernisasi mendorong terciptanya kematangan idealismenya.
Menurut Rob Nieuwenhuys dalam buku Oost Indische Spiegel yang diterjemahkan Dick Hartoko (1986) dia adalah seorang puteri Jawa yang lincah, sangat perasa, cerdas, berani dan sadar diri. Mungkin terlalu sadar diri, sehingga ia tak merasa bahagia dalam zaman dan kalangannya. Dalam surat Kartini kepada salah satu sahabat penanya, Stella, Kartini mengatakan “Saya dimanjakan Romo dengan buku-buku. Saat ini, membaca dan menulis merupakan segala-galanya bagi saya. Tanpa kedua kegiatan itu, saya mungkin sudah mati,” Jadi meskipun dilarang bersekolah tinggi, ayah Kartini rajin membelikan buku-buku berbahasa Belanda, yang dimanfaatkan oleh Kartini untuk memperkaya wawasan dan menjelajah dunia melalui membaca dan menulis.
Di antara buku berbahasa Belanda yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner: Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata).
Selain membaca surat kabar Semarang (De Locomotief) yang diasuh Brooshoof, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan dan majalah wanita Belanda: De Hollandsche Lelie.
Kegemaran membaca dan menulis Kartini ternyata akhirnya menjadi penyambung sejarah antar generasi wanita Indonesia pada jamannya hingga saat ini. Meskipun tidak berjuang melawan penjajahan atas kaumnya dengan mengangkat senjata, namun perjuangan Kartini sangat berarti bagi kemajuan Indonesia.
Raden Ajeng Kartini, satu dari beberapa wanita yang bergelar pahlawan Indonesia, adalah cermin sejarah gelora perjuangan wanita Indonesia di masanya. Masa kini, setiap kita adalah Kartini Indonesia, setiap kita adalah pejuang Indonesia.
IKUTI JEJAK KARTINI… MEMBACA DAN MENULISLAH‼! Maka kau akan ubah DUNIA‼!
***
SEMANGAT KARTINI… SEMANGAT KITA!!!
Ibu kita Kartini pendekar Bangsa
Pendekar kaumnya..untuk merdeka..
Wahai ibu kita Kartini putri yang mulia..
Sungguh besar cita-citanya bagi Indonesia..
Kartini adalah icon pembebasan perempuan di negeri ini. Hari lahirnya, 21 April, diperingati sebagai hari Nasional, hari Kartini. Seiring berjalannya waktu, hari yang notabene sarat akan makna perjuangan seorang wanita tersebut berubah menjadi sebuah rutinitas peringatan tanpa esensi. Tak jarang kita temui di berbagai tempat, saat moment hari Kartini ini diselenggarakan lomba-lomba pamer kecantikan ala Kartini (fashion show) yang malah mengarah pada nuansa glamour. Seperti itukah peringatan hari Kartini sebenarnya? Makna emansipasi yang diperjuangkan Kartini pada eranya dahulu beranjak berubah makna dan aplikasinya di masa sekarang.
Peringatan hari Kartini hendaknya menjadi moment pengingat akan semangat Kartini pada masa itu yang semestinya menjadi pemacu semangat kita, sebagai generasi penerusnya di masa sekarang. Kartini memiliki semangat spiritual yang tinggi. Terbukti akan kekritisan beliau dalam menggali fakta dalam agama dan kitab suci karena saat itu beliau mengalami kesulitan dalam mendalami agama maupun kitab suci. Perempuan Indonesia saat ini hendaknya mempunyai semangat spiritualitas yang tinggi, mau menggali dan belajar tentang agama. Agama adalah sumber inspirasi dalam hidup yang menjadikan manusia (laki-laki dan perempuan) menjadi lebih cerdas, berenergi, dan visioner!!!
Kartini semestinya menjadi inspirasi bagi kaum perempuan di negeri ini untuk memiliki kepekaan sosial terhadap persoalan-persoalan di sekitarnya. Kartini dulu tergerak hatinya untuk memperbaiki masyarakatnya, terutama perempuan. Kartini berusaha dengan sekuat tenaga menjunjung martabat perempuan terkhusus di bidang pendidikan. Kartini hanya ingin perempuan memiliki akses belajar dan pendidikan. Sebab dari perbaikan pendidikan dan munculnya semangat belajar itulah para perempuan memiliki modal sebagai istri dan ibu yang akan mendidik anak-anak dan keluarganya menuju martabat yang lebih baik. Kartini memberikan semangat pembelajar yang luar biasa. Semangat untuk mencari informasi, mengakses jaringan, bertanya, membaca, menulis, dll
Realita saat ini, banyak perempuan Indonesia yang memiliki perangai yang berbeda jauh dari spirit perjuangan Kartini. Kemerosotan moral, globalisasi media, dan informasi turut andil dalam melunturkan pola pikir dan sikap mereka. Hendaknya kita sebagai penerus perjuangan Kartini memiliki semangat seperti semangat Kartini. Kitalah agent of change!!! Kitalah unsur pengubah masyarakat, bangsa, dan Negara kita! Semuanya dimulai diri kita sendiri… Ayo, Kartini masa kini.. Jangan pernah terlena… Jangan sampai terpedaya oleh suatu hal yang menyilaukan mata… Milikilah semangat Kartini.. BE A VISIONER WOMAN!!! Di tangan kita jualah tergenggam arah bangsa.. HIDUP WANITA INDONESIA…

AISYA AVICENNA
Seorang muslimah bernama asli Etika Suryandari ini tanggal 2 februari 1987, 23 tahun silam. Alhamdulillah terlahir kembar. Aisya Avicenna adalah nama pena yang terinspirasi dari bunda ‘‘Aisyah ra.. Cukup sekian saja ya perkenalannya… (sudah banyak yang kenal kan ya… :D). Kalau dibandingkan dengan bunda ‘Aisyah ra dan R.A. Kartini, Aisya Avicenna ini masih jauuuuuuuuuuuuuuuuuuuuhhhhh sekali…. Yaaa, masih harus banyak belajar dan terus berproses untuk menjadi seperti mereka, untuk bisa menjadi “MUSLIMAH PENGOBAR INSPIRASI”. Sebagai seorang muslimah yang hidup di zaman sekarang, tentunya banyak hal berbeda yang terjadi pada “dunia”nya saat ini. Dunia kemuslimahan.
Seorang muslimah mempunyai kedudukan yang sangat tinggi di dalam Islam dan pengaruh yang begitu besar di dalam kehidupan setiap muslim. Dialah sekolah pertama di dalam membangun masyarakat yang shalih jika ia berjalan sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Di dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang menunjukkan betapa pentingnya peran kaum wanita, sebagai ibu, sebagai istri, sebagai saudara, dan sebagai anak. Mereka juga mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban, sedangkan Sunnah Rasulullah SAW berfungsi menjelaskannya secara detail.
Cermin Seorang Muslimah
Pentingnya peran seorang muslimah itu tampak di dalam beban tanggung jawab yang harus diembannya dan perjuangan berat yang harus ia pikul yang pada sebagiannya melebihi beban tanggung jawab yang dipikul kaum pria. Maka dari itu, di antara kewajiban terpenting kita adalah berterima kasih kepada ibu kita, berbakti kepadanya, dan mempergaulinya dengan baik. Dalam hal ini beliau harus lebih diutamakan dari pada ayah. Allah SWT berfirman:“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ibu bapakmu, hanya kepada Ku-lah kamu kembali” (Q.S. Luqman: 14), juga firmannya:“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah pula. Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan” (Q.S. Al-Ahqaf: 15). Pernah diriwayatkan ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata: “Ya Rasulullah, siapa manusia yang lebih berhak untuk saya pergauli dengan baik?” Jawab Nabi, “Ibumu” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Jawab beliau, “Ibumu”, Ia bertanya lagi, “Lalu siapa lagi ?” Beliau jawab “Ayahmu”. (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari).
Kedudukan seorang istri dan pengaruhnya terhadap jiwa laki-laki juga telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam Al Qur’an. Allah Ta’ala berfirman:“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang” (Q.S. Ar-Rum: 21). Ibnu Katsir seorang ahli sejarah dan tafsir, di dalam menjelaskan tafsirnya tentang “mawadah wa rahmah” mengatakan : Mawaddah adalah rasa cinta dan Rahmah adalah rasa kasih sayang, karena sesungguhnya seorang laki-laki hidup bersama istrinya adalah karena cinta kepadanya atau karena kasih dan sayang kepadanya agar mendapat anak keturunan darinya.
Sesungguhnya kalau kita mau mencermati, telah ada pelajaran yang sangat berharga dari seorang wanita mulia, Khadijah Radhiyallahu ‘anha, beliau mempunyai peranan yang sangat besar dalam menentramkan rasa takut yang dialami Rasulullah SAW ketika Jibril turun kepadanya dengan membawa wahyu di goa Hira’ untuk pertama kalinya. Rasulullah SAW datang kepada Khadijah dalam keadaan seluruh persendiannya gemetar, seraya bersabda:“Selimuti aku! Selimuti aku! Sungguh aku mengkhawatirkan diriku” Maka Khadijah berkata: “Tidak. Demi Allah, Allah tidak akan membuatmu menjadi hina sama sekali, karena engkau selalu menjalin hubungan silaturahmi, menanggung beban, memberikan bantuan kepada orang yang tak punya, memuliakan tamu dan memberikan pertolongan kepada orang yang berada di pihak yang benar” (Muttafaq ‘Alaih). Kita juga tidak lupa peran ‘‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha dimana para tokoh sahabat Nabi banyak mengambil hadits-hadits dari beliau, dan begitu pula kaum wanita banyak belajar kepadanya tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan mereka. Tidak diragukan lagi bahwa ibu kita pun, mempunyai peran yang sangat besar dan pengaruh yang sangat dalam bagi diri kita, mulai dari ketika beliau bertaruh nyawa untuk melahirkan kita, susahnya ketika beliau mengasuh kita, hingga peran beliau di dalam memberikan dorongan kepada kita untuk giat belajar dalam menuntut ilmu. Semoga Allah melipatgandakan pahalanya dan memberinya balasan yang terbaik atas jasanya kepada kita.
Beda Zaman, Beda Peran
Muslimah di setiap zaman memiliki kekhasannya masing-masing. Semakin lama peran muslimah semakin mengalami peningkatan yang signifikan. Muslimah saat zaman ‘Aisya ra, ataupun zaman R.A Kartini tentunya berbeda dengan zaman sekarang.
Zaman sekarang, peran muslimah tidak hanya diidentikkan dengan pekerjaan rumah tangga. Mereka dapat mengaktualisasikan dirinya dengan kegiatan di luar rumah. Meskipun muslimah memiliki peranan yang berbeda-beda dalam masyarakat, akhirnya semuanya itu bermuara pada satu titik yaitu sebagai pendidik bagi generasi unggul dan muslimah pula yang berperan penting membimbing anak-anaknya menjadi generasi rabbani, yaitu generasi yang beriman, mencintai Allah, mengasihi sesama muslim. Selain menjadi ibu rumah tangga, pilihan yang dapat dipilih adalah menjadi wanita karier bekerja di luar rumah. Namun, perlu diingat dalam Islam tanggung jawab mencari nafkah tidaklah dibebankan kepada istri, melainkan menjadi kewajiban suami dan bila istri ikut membantu dalam mencari nafkah maka hal itu menjadi pahala sedekah bagi seorang istri. Meskipun sebagai wanita karier yang bekerja di luar rumah, pada saat berada di rumah ia harus berperan sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Muslimah harus seimbang dalam berperan di ranah domestik (rumah tangga) maupun ranah publik (masyarakat).
Saatnya Memaksimalkan Potensi
Muslimah memiliki sifat lemah lembut namun itu tidak berarti sebagai makhluk yang lemah, di balik kelembutannya tersimpan kekuatan dan potensi terpendam yang belum dimaksimalkan. Muslimah, bukanlah makhluk lemah yang tidak mampu berbuat apapun. Tak layak pula ia dimasukkan ke golongan kelas bawah yang bisa diperlakukan semena-mena. Lebih dari itu, ia adalah makhluk yang diciptakan Allah SWT dengan keistimewaan dan karakteristik tersendiri, yang dipandang sejajar dengan kaum Adam oleh Allah SWT. Maka simaklah janji-Nya, ”Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An Nahl :97).
Dikaitkan dengan kondisi sekarang ini, potensi muslimah untuk mengambil peranan di masyarakat sangat besar. Sudah saatnya muslimah untuk bangkit dan proaktif mengambil peranan di masyarakat. Menjadi muslimah sholihah yang produktif yang memberikan manfaat bagi lingkungan. Setiap muslimah tentunya memiliki potensinya masing-masing yang dapat ditularkan kepada masyarakat sekitar tanpa melihat status sosial ataupun profesinya.
Muslimah dengan potensi yang tersimpan dapat membangun masyarakat menuju perubahan. Melalui peran-peran yang produktif dapat memberikan kontribusi yang positif bagi masyarakat. Banyak cara yang dapat dilakukan muslimah untuk menggali potensi. Pertama, kenali diri dengan mengetahui kelebihan dan potensi yang dimiliki. Dengan demikian muslimah dapat memaksimalkan kelebihan yang dipunyai sehingga dapat memberikan yang terbaik bagi masyarakat. Kedua, bersegeralah untuk proaktif. Proaktif dalam diri setiap orang haruslah selalu ada. Muslimah harus peduli dengan kondisi lingkungannya. Dengan proaktif terhadap lingkungan, muslimah dapat mengadakan perubahan bagi masyarakat. Proaktif berarti memberikan kontribusi nyata dengan karya nyata kepada lingkungan.
Wanitalah tumpu pendidikan. Jika wanita cerdas baik secara pikiran maupun perasaan maka peradaban dunia yang lebih baik akan terbentuk. Anak yang baik selalu lahir dari ibu yang baik pula. Dan anak-anak, yang kelak besar dan dewasa, inilah yang akan mengisi dunia, membangun dan mengisi peradaban. Pendek kata, peradaban yang baik dimulai dari pendidikan wanita yang baik sebagai calon ibu maupun sebagai ibu.
Akhirnya, apalagi yang kita tunggu wahai muslimah? Ladang pahala ada di depan mata. Jadikan diri kita sebagai muslimah dambaan umat. Insya Allah, suatu saat nanti pintu surga akan terbuka lebar untuk kita. Amiin.
Jadilah wanita muslimah yang tinggi kedudukannya, jauh dari semua urusan yang rendah, dan terpelihara dari segala sesuatu yang memperdaya rasa malu. Bicara adalah berdzikir; penalaran adalah pelajaran; dan diam adalah berpikir‼!
***
MUSLIMAH ITU…
fitrahmu lembut tercipta,
halus kulitmu, manis tuturmu,
tulus hatimu,
setulus rasa membisik jiwa,
sehangat cinta, sejernih kasih
manjamu.. lembutmu…
bukan jadi lemahmu!
Muslimah itu ...
bisa seteguh Khadijah, yang suci hatinya,
tabah dan tenang sikapnya, teman sejati Rasulullah,
pengobat duka dan laranya ...
Muslimah itu ...
bisa secerdas ‘‘Aisyah,
kaya ilmu, kaya amal
Muslimah itu ...
bisa setegar Hafsah, teguh pendiriannya,
penyimpan mushaf pertama kalamullah ...
Muslimah itu ...
bisa setabah Maryam,
meski dicaci meski dikeji, itu hanya cerca manusia,
namun sucinya Allah memuji ...
Muslimah itu ...
bisa seanggun Fatimah, meniti hidup seadanya,
puteri Rasulullah ... kesayangan ayahanda,
cahaya penerang segenap rumahnya,
ummi tersayang cucu Baginda ...
Muslimah itu ...
bisa setangguh ‘Asma,
dengan dua tangan tegar melindungi dien-Nya,
meski akhirnya bermandi darah,
menyahut panggilan Allah
Muslimah itu ...
perlu ada yang membela,
agar terdidik jiwanya,
agar ia terpelihara ... dengan cinta Rabbnya,
dengan rindu RasulNya ... dengan yakin DienNya,
dengan teguh aqidahnya,
dengan utuh cinta yang utama,
pada Allah dan RasulNya,
dalam ketaatan penuh setia .
pemelihara dirinya, agama, keluarga & ummatnya ...
Muslimah itu ...
perlu kasih sayang,
perlu pengertian,
tanpa jemu dan tanpa bosan,
Muslimah itu ...
muslimah akhir zaman,
era hidup pedih tak terperi
dirinya terancam
dunia memperdaya ...
karena muslimah itu,
yang hidup di zaman ini ...
perlu teguh kakinya,
mantap iman mengunci jiwanya,
dari lemah dan kalah
dari gundah dan salah
dalam perjalanan mengenali Tuhannya,
dalam perjuangan menggapai cintaNya,
Muslimah itu ...
anugerah istimewa kepada dunia!
sebagai pejuang ummat ...
muslimah yang sholehah ... kelak jadi ibu,
membentuk generasi Rabbani
Muslimah itu ...
moga akan pulang,
dalam cinta, dalam sayang,
Ar-Rahman melindungi, merahmati dan meridhai,
perjalanan muslimah itu ...
menuju cintaNya yang abadi‼!
***
Aisya Avicenna
Jakarta, 21 April 2010_02.00
Sumber : Tulisan ini adalah kombinasi (dengan beberapa perubahan) dari artikel-artikel yang dulu pernah saya tulis semasa masih berstatus mahasiswa...
1. “Semangat Kartini, Semangat Kita” (pernah dimuat di Buletin BEM UNS tahun 2009)
2. “Antara Media dan Wanita” (artikel yang dibuat waktu jadi wakil BEM FMIPA UNS dalam diskusi dengan BEM FMIPA UNNES, saat itu masih jadi Menteri Departemen Infokom tahun 2008)
3. “Saatnya Memaksimalkan Potensi, untuk Menjadi Muslimah Dambaan Umat” (artikel ini menjadi juara 1 dalam Lomba Menulis Artikel Dept. Kemuslimahan SKI FMIPA UNS tahun 2009)
4. “Ikutilah Jejak Kartini... Menulis dan Membacalah!” (Artikel ini pernah dimuat di mading BEM FMIPA UNS... maklum waktu itu jadi Menteri Dept.Infokom yang mengurusi mading... ^^)

Siapakah Akhwat & Ikhwan Sejati itu......??????


AKHWAT SEJATI
Seorang gadis kecil bertanya pada ayahnya, “Abi ceritakan padaku tentang akhwat sejati?”
Sang ayah pun menoleh sambil kemudian tersenyum.
Anakku…

Seorang akhwat sejati bukanlah dilihat dari kecantikan paras wajahnya, tetapi dilihat dari kecantikan hati yang ada di baliknya.
Akhwat sejati bukan dilihat dari bentuk tubuhnya yang mempesona, tetapi dilihat dari sejauh mana ia menutupi bentuk tubuhnya.
Akhwat sejati bukan dilihat dari begitu banyaknya kebaikan yang ia berikan tetapi dari, keikhlasan ia memberikan kebaikan itu.
Akhwat sejati bukan dilihat dari seberapa indah lantunan suaranya, tetapi dilihat dari apa yang sering mulutnya bicarakan.
Akhwat sejati bukan dilihat dari keahliannya berbahasa, tetapi dilihat dari bagaimana caranya ia berbicara.
Sang ayah diam sejenak sembari melihat ke arah putrinya.“Lantas apa lagi Abi?” sahut putrinya.
Ketahuilah putriku…
Akhwat sejati bukan dilihat dari keberaniannya dalam berpakaian tetapi dilihat dari sejauh mana ia berani mempertahankan kehormatannya.
Akhwat sejati bukan dilihat dari kekhawatirannya digoda orang di jalan, tetapi dilihat dari kekhawatiran dirinyalah yang mengundang orang jadi tergoda.
Akhwat sejati bukanlah dilihat dari seberapa banyak dan besarnya ujian yang ia jalani, tetapi dilihat dari sejauhmana ia menghadapi ujian itu dengan penuh rasa syukur.
Dan ingatlah…
Akhwat sejati bukan dilihat dari sifat supelnya dalam bergaul, tetapi dilihat dari sejauhmana ia bisa menjaga kehormatan dirinya dalam bergaul.Setelah itu sang anak kembali bertanya,
“Siapakah yang dapat menjadi kriteria seperti itu, Abi?” Sang ayah memberikannya sebuah buku dan berkata, “Pelajarilah mereka!”
Sang anakpun mengambil buku itu dan terlihatlah sebuah tulisan “Istri Rasulullah”.


IKHWAN SEJATI
Seorang remaja pria bertanya pada ibunya, ”Ibu, ceritakan padaku tentang ikhwan sejati!”

Sang Ibu tersenyum dan menjawab…
Ikhwan Sejati bukanlah dilihat dari bahunya yang kekar, tetapi dari kasih sayangnya pada orang disekitarnya.
Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari suaranya yang lantang, tetapi dari kelembutannya mengatakan kebenaran.
Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari jumlah sahabat di sekitarnya, tetapi dari sikap bersahabatnya pada generasi muda bangsa.
Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari bagaimana dia di hormati di tempat bekerja, tetapi bagaimana dia dihormati di dalam rumah.
Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari kerasnya pukulan, tetapi dari sikap bijaknya memahami persoalan.
Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari dadanya yang bidang, tetapi dari hati yang ada dibalik itu.
Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari banyaknya akhwat yang memuja, tetapi komitmennya terhadap akhwat yang dicintainya.
Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari jumlah barbel yang dibebankan, tetapi dari tabahnya dia mengahdapi lika-liku kehidupan.
Ikhwan Sejati bukanlah dilihat dari kerasnya membaca Al-Quran, tetapi dari konsistennya dia menjalankan apa yang ia baca.
Setelah itu, sang remaja pria kembali bertanya. Siapakah yang dapat memenuhi kriteria seperti itu, Ibu ?
Sang Ibu memberinya buku dan berkata…
Pelajari tentang dia. Ia pun mengambil buku itu, MUHAMMAD, judul buku yang tertulis di buku itu.

Menjadi Akhwat Yang Baik, Subhanallah.........


Aku hanyalah seorang Hamba Allah SWT
Seorang yang lemah
Seorang yang fana
Seorang yang tidaklah sempurna

Aku seorang gadis muslim
Yang belum menjadi muslimah yang baik
Aku akhwat yang belum baik di mata manusia
Aku akhwat yang belum baik di mata Allah SWT

Aku sadar akan hal itu
Aku sadar aku bukan ciptaan-Nya yang baik
Aku sadar aku hanya seorang yang terus berlumuran dosa
Aku sadar akan semua tentang diriku

Tapi,hati ini aku tetapkan
Niat ini kujalankan dengan semangat syahid
Di tengah zamannya kebobrokan dunia
Disaat Yaumul Akhir terus menanti
Aku berusaha menjadi akhwat yang baik
Menjadi rahmat bagi semua
Walau sulit tapi pasti
Aku yakin akan bisa meninggikan derajatku sebagai seorang muslimah
Sebagai seorang akhwat
Walau kutahu surga tak pantas untukku
Tapi aku juga takut neraka-Mu
Terimalah niat dan usahaku ini Ya Allah...
Hanya kepada-Mu lah, semua kuserahkan...

Mereka yang dicintai Allah Subhannahu wa Ta'ala :



• Attawabun (orang-orang yang bertau-bat), Al-Mutathahhirun (suka bersuci), Al-Muttaqun (bertaqwa), Al-Muhsinun (suka berbuat baik) Shabirun (bersa-bar), Al-Mutawakkilun (bertawakal ke-pada Allah) Al-Muqsithun (berbuat adil).
• Orang-orang yang berperang di jalan Allah dalam satu barisan seakan-akan mereka satu bangunan yang kokoh.
• Orang yang berkasih-sayang, lembut kepada orang mukmin.
• Orang yang menampakkan izzah/kehormatan diri kaum muslimin di hadapan orang-orang kafir.
• Orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) di jalan Allah.
• Orang yang tidak takut dicela manusia karena beramal dengan sunnah.
• Orang yang berusaha mendekatkan diri kepada Allah dengan ibadah sunnah setelah menyelesaikan ibadah wajib.
Sebab-Sebab Untuk Mendapatkan cinta Allah Subhannahu wa Ta'ala
• Membaca Al-Qur'an dengan memikir-kan dan memahami maknanya.
• Berusaha mendekatkan diri kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dengan ibadah sunnah setelah menyelesaikan ibadah yang wajib.
• Selalu mengingat Allah Subhannahu wa Ta'ala , baik de-ngan lisan, hati maupun dengan anggota badan dalam setiap keadaan.
• Lebih mengutamakan untuk mencintai Allah Subhannahu wa Ta'ala daripada dirinya ketika hawa nafsunya menguasai dirinya.
• Memahami dan mendalami dengan hati tentang nama dan sifat-sifat Allah.
• Melihat kebaikan dan nikmatNya baik yang lahir maupun yang batin.
• Merasakan kehinaan dan kerendahan hati di hadapan Allah.
• Beribadah kepada Allah pada waktu sepertiga malam terakhir (di saat Allah turun ke langit dunia) untuk bermunajat kepadaNya, membaca Al-Qur'an , merenung dengan hati serta mempelajari adab dalam beribadah di hadapan Allah kemudian ditutup dengan istighfar dan taubat.
• Duduk dengan orang-orang yang memiliki kecintaan yang tulus kepada Allah dari para ulama dan da'i, mendengar-kan dan mengambil nasihat mereka serta tidak berbicara kecuali pembica-raan yang baik.
• Menjauhi/menghilangkan hal-hal yang menghalangi hati dari mengingat



Ya Allah betapa nistanya diri ini, yang tidak mensyukuri nikmat-Mu. Aku sering merasa tidak puas atas karunia-Mu. Padahal nikmat-Mu tidak bisa kuhitung. Ya Allah betapa aku telah menganiaya diriku sendiri. Betapa aku telah menyuburkan penyakit di dalam dada ini. Selama ini tak kusadari bahwa aku telah menyemai bibit-bibit penyakit di dalam kalbuku.

Kini kudapati kalbuku penuh dengan noda dan dosa. Sadar atau tak sadar…setiap detik, menit, jam atau hari aku menyemai noda-noda hitam. Kini kulihat hatiku telah menghitam. Hanya ada sedikit titik putih disana.

Ya Allah, adakah dari titik putih itu aku bisa mulai menghapus noda hitam? Adakah masih ada kesempatan buatku untuk membersihkan tinta hitam yang membanjiri kalbuku? Adakah Engkau masih memberi waktu buat aku untuk memperbanyak titik-titik putih yang terang dalam kalbuku? Banyak tanya dan pikiran bergelut dalam sanubariku. Rasa putus asa kadang menghampiri, walau kemudian diganti dengan asa. Silih berganti asa dan putus asa datang. Aku nyata terombang-ambing dalam kegelapan, penyesalan, kegelisahan dan berbagai rasa yang membuat hati ini tidak tenteram.

Aku menangis di malam yang kelam. Menangis mengingat dosa dan noda itu. Menangis karena aku telah membuat hitam kalbuku sendiri. Menangis karena kalbuku telah penuh noda dan dosa. Menangis karena selama ini aku jauh dari-Mu, Ya Rabbi. Menangis karena takut tidak ada lagi ruang bagiku untuk menambah titik terang di hatiku. Takut dan khawatir titik terang/putih yang hanya kecil itu hilang sama sekali.
Ya Allah, di malam yang penuh berkah ini aku memohon dengan penuh penyesalan ampunan dari-Mu. Berilah kepadaku kekuatan untuk mampu membaca petunjuk-Mu, karena aku hanyalah seorang insan yang lemah. Berilah kepadaku kekuatan untuk bisa menempuh jalan-Mu. Hamba sadar, betapa berat ujian yang Engkau tebar untuk menguji hamba-Mu. Hamba sadar, hamba tak punya daya, maka tolonglah hamba dalam menempuh ujian yang Engkau berikan. Berikan kesabaran dalam menghadapi ujian yang amat dahsyat ini. Ujian yang hanya sedikit dari hamba-Mu yang lulus. Jadikanlah hamba insan yang termasuk dalam golongan yang sedikit itu…

Ya Allah…. Betapa aku melihat kalbuku telah penuh bercak hitam, aku masih mempunyai setitik terang. Kuyakin seyakin-yakinnya bahwa Engkau masih memberi kesempatan. Selama nyawa masih di badan. Selama masih ada kemauan. Selama masih ada iman. Kuyakin Engkau masih memberi kesempatan.

Ya Allah, di malam yang benderang ini, hamba memohon jadikanlah diri ini hamba-Mu yang tunduk kepada-Mu dengan rela. Berilah hamba kekuatan untuk berjalan dijalan-Mu. Diri ini hanyalah makhluk yang lemah, tidak punya daya selain yang Engkau anugerahkan.